Lely namanya, seorang
gadis polos yang belum pernah sekalipun mengenal cinta yang berbeda. Dia hanya
mengenal cinta pada Sang Pencipta, cinta pada ayah-bunda, cinta kepada saudara
serta cinta pada sesamanya. Bukan berarti dia tidak tahu akan adanya cinta lain
yang seringkali menyerang jiwa para remaja. Namun begitulah penjagaan dirinya, yang menganggap semua
itu tak penting untuk hidupnya. Waktu yang menurutnya terlalu dini untuk
merasakan hal yang abstrak itu. Sehingga berprinsip pun menjadi pilihan
hidupnya. Prinsip kokoh yang menjadi benteng pergaulannya. Hingga massa telah
menghantarkannya dipenghujung SMA, tak pernah sekalipun Lely mengingkari
prinsip yang dia tekadkan sendiri sejak lulus SD itu. Ledekan teman tak pernah
menyurutkan kekuatan batinnya.
Garis hidup menjadi
sedikit berbeda tatkala Lely beranjak dewasa. Kini dia telah memasuki jenjang
yang lebih tinggi. Suasana dan atmosfir kampus lah yang kali ini mewarnai
hari-harinya. Di sinilah Lely mulai mengenal rasa yang berbeda. Tak pernah dia
menyadari dari mana datangnya. Seringkali dia dibuat aneh dengan apa yang ada
di hadapan dan di hatinya. Tiap kali Lely mencoba berpikir realistis, tiap kali
itu pula hal tidak logis justru melingkupi dirinya. Tapi bukan Lely orangnya,
kalau dia tidak mampu mengontrol hatinya. Selalu terngiang di ingatannya
mengenai prinsip hidup yang sudah dibangun sejak dulu. Dan dia tidak ingin
menyia-nyiakan perjuangan panjangnya itu.
Namun orang itu
benar-benar berbeda di mata Lely. Terkadang bagi Lely, orang itu sebagai sosok
yang aneh. Atau lebih tepatnya unik. Namun, Lely tak pernah berani
mendefinisikan perasaannya itu. Yang dia lakukan adalah bersembunyi dibalik
rasa itu. Baginya diam adalah jalan keluar. Begitulah pemikiran Lely yang
simple, tetapi justru membuat dirinya menjadi rumit. Misi diamnya pun sukses,
tanpa seorang pun tahu isi hatinya termasuk orang aneh itu yang biasa dipanggil
Adit. Hingga pada akhirnya Adit pergi atas sebuah sebab yang memang untuk hal
yang lebih penting. Sampai akhir perpisahan, tak secuil pun rasa terungkap.
Sungguh sangat rapi rasa itu tersimpan dalam. Sedang dalam pemikiran Lely,
mungkin itulah jalan untuk dia terbebas dari rasa itu.
Hari-hari Lely menjadi
berbeda, tatkala dia mengetahui kabar yang mencengangkan. Oleh seorang teman,
akhirnya membuat Lely mengetahui kalau ternyata Adit punya rasa yang sama
dengannya. Lely berpikir keras, dan mencoba mengatakan dengan tegas pada
dirinya sendiri bahwa itu hanyalah cobaan hidup. Lely berjuang untuk menepis
rasa itu, sendiri. Namun terkadang setan itu lebih berjaya dan mampu menari-nari
dihadapannya. Pada akhirnya, sekali tempo Lely kalah.
Semenjak menghilangnya
bayangan itu, entah mengapa justru tersimpan perasaan yang lebih hebat dari
sebelumnya. Terkadang merasa aneh, tak jarang pula merasa tersiksa. Apalagi
bayangan itu tak sepenuhnya menghilang. Karena sesekali dalam dua atau tiga
bulan muncul pesan singkat dari Adit. Adakalanya hanya sekedar basa basi,
tausiyah, atau motivasi. Sebentuk apapun isi pesannya ternyata mampu mengukir
senyum di bibir Lely. Kalau dipikir-pikir sungguh aneh dan tidak masuk akal.
Tapi itulah rasa yang saat ini Lely alami. Kata-katanya yang mampu menciptakan
sebuah harapan membuat Lely benar-benar tak bisa berpaling.
Memainkan peran yang
cukup rumit itu tidaklah mudah bagi sebagian orang yang paham, termasuk Lely.
Saat bayang Adit hadir kembali dalam angan, yang bisa dilakukan oleh Lely hanya
beristighfar dan menangis. Menangisnya bukan karena jarak dan ketidakpastian,
namun menangisnya karena mempertanyakan kenapa mesti ada perasaan semacam itu
di hati Lely. Sebagai seorang yang beriman, Lely seringkali merasa malu pada
Penciptanya, betapa hatinya telah terbagi dengan sosok yang jelas belum halal
baginya. Setiap kali airmata Lely menetes, yang bisa dia lakukan saat itu
hanyalah mengurung diri di dalam kamar kos tanpa mempersilakan siapapun untuk
mengusiknya. Lalu sujudnya memohon ampunan. Hal semacam itu harus Lely lakukan
berulang-ulang kali untuk menepis penyakit hati yang sering kambuh pada
waktu-waktu yang tak bisa diduga. Beberapa temannya menyadari keanehan pada
diri Lely. Mereka kata ada kesalahan pada mental Lely, karena yang mereka
saksikan adalah diri Lely yang berbeda, yang sedikit rapuh karena tiba-tiba
bersedih dan menangis. Dan setiap kali ditanya alsannya menangis, jawabannya
selalu mengatakan “akupun tak tahu, Cuma pengen nangis saja”. Lama kelamaan
mereka terbiasa dengan diri Lely yang beda, yang tiba-tiba bersedih lalu mengurung diri. Tapi setelahnya beberapa
saat, kembali cerah seperti tak ada masalah apapun. Ya, memang itu cara Lely
untuk menutupi isi hatinya. Lely tak ingin tampak lemah hanya karena kisah yang
baginya tak bisa dibenarkan. Beruntungnya Lely yang memang mudah untuk
mengekspresikan hati. Dalam sehari bisa menjadi orang dirundung sedih
sekaligus bahagia, hanya memang butuh
jeda waktu beberapa menit saja. Begitulah hal yang sering dialami Lely dari
hari ke hari hingga tahun-tahun berganti. Benar saja pemikiran Lely kala dulu,
cinta yang beda dapat mengusik kepentingan hidupnya. Dan itu sangatlah
mengganggu, karena jelas belum ada label halal dan aman yang membungkus rasa
itu
Seiring berjalannya
waktu, Lely menjadi lebih dewasa. Pemikirannya sudah tidak lagi didominasi oleh
perasaan. Perlahan-lahan Lely mencoba melupakan dan menggapnya sama dengan
teman yang lainnya. Walau tidak serta merta berhasil menepisnya 100%. Tapi bisa
dianggap Lely berhasil menetralkan hidupnya setelah sekian tahun. Bukan berarti
Lely memutus komunikasi. Lely tetap sesekali kirim pesan yang mana pesan itu
memang ditujukan ke semua temannya termasuk Adit. Karena Lely termasuk orang
yang tidak suka memutuskan tali silaturahim kepada siapapun.
Ternyata Hidup Lely
yang netral tidak bertahan lama. Ketika dia sudah mulai nyaman dengan hari-harinya,
tiba-tiba muncul pesan singkat dari Adit yang tanpa hitungan waktu mampu
menggempur bentengnya yang rapuh. “Menangis”, hal itu yang pertama kali
dihadirkan di hidupnya saat membaca pesan itu. Barulah beberapa jam kemudian
Lely sanggup membalas pesannya. Isi pesan darinya yang membuat Lely melambung
tinggi hingga menjadikannya berangan jauh itu sungguh memiliki kekuatan yang
dahsyat. Membuat Lely bingung menuliskan kata-kata balasan yang pantas. Area
logis dalam otak Lely kembali terhenti. Dia hanya mampu menuliskan sesuai isi
hatinya saja. Walaupun setelah disadari, ternyata balasan Lely sedikit
memalukan.
Pesan singkat yang
dikirim oleh orang unik yang bernama Adit kali ini, sungguh menjadi sebuah
pesan terberat. Lely dibuat menunggu sebuah kepastian dalam jangka waktu
setahun. Menyadari kekeliruan sikapnya terhadap pesan itu, akhirnya Lely
menghapus contact personnya Adit. Berharap dia tidak kembali mengulang
kesalahan yang sama dengan mepermalukan dirinya sendiri. Namun, dalam hati
kecilnya Lely tetap menunggu satu tahun yang dijanjikan sebuah kepastian itu.
Waktu yang tidak
singkat itu akhirnya datang juga. Setahun berlalu, Lely menunggu Adit bersikap
tegas dengan kata-katanya. Namun tiga hari telah terlewatkan, tak ada sepenggal
kalimat pun darinya. Lely cukup dibuat gusar oleh sikapnya itu. Lely yang saat
itu tidak lagi mudah dikuasai oleh perasaan, tidak tahan lagi dengan tanda
tanya yang sering kali dicipta oleh Adit. Karena dirasa sangat mengganggu
kehidupannya. Akhirnya Lely beranikan diri untuk bertanya.
Awalnya Lely bingung,
mau bertaya lewat apa? Karena contact Adit telah dihapusnya setahun yang lalu. Tapi
ternyata, Lely masih mengingat alamat jejaring sosialnya. Walaupun Lely bukan
lagi temannya di dunia maya. Karena memang sudah bertahun-tahun lamanya diremove
dari daftar temannya. Namun Lely masih bisa kirim pesan lewat inboknya. Lely
mencoba bertanya dengan memposisikan dirinya sebagai seorang sahabat. Tak
seperti dulu-dulu yang begitu lama Lely harus menunggu balasan untuk satu
pertanyaaan saja. Kali ini balasan itu diterima Lely dalam beberapa jam saja.
Yah…memang benar-benar aneh, isi balasan yang diterima jauh dari dugaan yang
menjadi obsinya Lely. Namun demikian, kali ini isi pesannya mampu membuat hidup
Lely menjadi lebih netral. Bagai burung yang lepas dari sangkarnya, akhirnya
Lely terbebas hingga mampu terbang jauh. Mungkin faktor kedewasaan Lely pula
yang membantunya terlepas dari jerat rasa.
Beberapa bulan kemudian
Adit muncul dalam sebuah komunitas jejaring social. Muncul dengan wujudnya yang
baru, yang memang sudah bertahun-tahun lamanya tak menampakkan batang
hidungnya. Bagi Lely tak lagi menjadi sebuah masalah, karena memang hati Lely
tidak lagi bermasalah. Dalam waktu singkat kemunculannya berlanjut dalam wujud
nyata. Sebelumnya Lely tak mampu membayangkan untuk bisa bertemu dengan Adit
lagi. Namun kini, Adit benar-benar nyata ada dihadapannya.
Tetap tak jauh beda, karena
pertemuan itu bukan sebuah kebetulan tapi juga bukan kesengajaan. Pertemuan itu
hanya sebuah ajang silaturahim yang mempertemukan Lely dan Adit dengan beberapa
teman mereka. Tapi tidak untuk mereka sendiri, karena ternyata mereka berdua
sama-sama bersikap dingin. Padahal keduanya mampu melebur dengan yang lain. Tapi hingga akhir acara, tak sepatah kata pun keluar sebagai sapaan antara keduanya.
Lely sendiri tak mempunyai keberanian untuk menyapanya terlebih dahulu. Mungkin
penjagaan Sang Pencipta lah yang berperan membekukan mulut mereka untuk tidak
saling menyapa. Memang sejak awal, niat Lely menghadiri pertemuan itu semata hanya karena rasa rindunya terhadap
kawan-kawannya. Bukan karena adanya Adit. Namun yang sangat disayangkan oleh
Lely adalah ketika dia tidak mampu cair dengan Adit. Padahal Lely berharap rasa
yang sempat muncul itu tidak menjadi penghalang sebuah persahabatan. Tapi apa
daya untuk saat ini, itulah kenyataannya. Entah untuk hari depan, karena
takdirlah yang akan menjawabnya.
sebuah potongan lirik lagu "Kita Satu", tepat di bait terakhir:
Hilang canda itu, namun tak seberapa
Kenali dirimu, bagai anugerah
Kejar angan itu, dan pinta doa kami
Yakinkan dirimu, karena engkau
Yang terbaik...
Kenali dirimu, bagai anugerah
Kejar angan itu, dan pinta doa kami
Yakinkan dirimu, karena engkau
Yang terbaik...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar