Sabtu, 13 Oktober 2012

Kapan Kita Hidup???

Bismillah..............
Sebelum mengawali tulisan ini, sejenak mari bermuhasabah:
(baca secara perlahan)
*Sudah berapa lama kah aku hidup?
*Sudah berapa banyak orang yang mengenalku? Atau yang ku kenal?
*Seberapa banyak kata-kata yang terucap dari bibirku? Apa saja itu?
*Seberapa banyak benda yang telah kusentuh dengan kedua tanganku?
*Kemana saja kedua kaki ini melangkah?
.......................................................................................................
Tak ada batasan kata dan pemikiran untuk dapat merenungi kualitas hidup kita. Hahhhh.....yang bisa terucap di detik ini adalah sebuah kata syukur, "Subhanallah Walhamdulillah" betapa nikmatnya nafas yang telah diberi. Bayangkan saat hidung kita mampet hanya karena serangan makhluk berukuran micro yang bernama virus (bahkan terlihat oleh mata telanjang pun tidak). Selemah dan sekecil itu kah kita??? Itu hanya sample kecil yang meliputi hidup ini. Bagaimana dengan hidup Anda? sudahkah bersyukur?

Sekarang saya mulai bertanya: "Sebenarnya kapan sih kita hidup?"
Kemarin kah? Besok? Lima tahun yang lalu, atau lima tahun yang akan datang, begitu? Kapan? Coba jawab dalam hati kita masing-masing. Kemudian silakan direnungi
Sebenarnya saya menuliskan ini, ketika saya menerima pertanyaan dari seorang saudara muslimahku, tentang sebuah kekhawatiran masa depan. Kekhawatiran itu muncul sebagai akibat informasi yang belum pasti kebenarannya. Bahwa salah satu gerbang untuk mewujudkan mimpinya telah tertutup. Padahal dia jelas tahu, kalau masih ada pintu gerbang lainnya yang masih bisa dikejar. Dari bahasa tulisan yang kuterima, menyiratkan bahwa dia takut atas ketidakmampuannya menghadapi masa mendatang. Dia takut mengecewakan orang-orang yang disayangi karena kegagalannya yang belum tentu juga terjadi di masa mendatang. Ya...semua atas dasar kekhawatiran yang tidak cukup mendasar.

Pernah mendengar kalimat ini:
"Masa lalu itu kenangan, masa sekarang adalah kehidupan, sedang masa mendatang akan menjadi kejutan."
Dalam pengertian yang saya tangkap dari kalimat tersebut, memberi maksud bahwa masa-masa yang telah kita lewati selayaknya tidak menjadi bomerang bagi kehidupan kita saat ini, masa lalu itu kita sibak sejenak hanya sebagai motivator dalam menjalani hidup, dan apapun buruknya tidak untuk disesali tetapi disyukuri karena kita masih diberi kesempatan untuk memperbaiki di masa kini. Sedang masa yang akan datang hanyalah sebagai mimpi penyemangat diri, yang sengaja kita rangkai di masa sekarang dengan harapan terwujud nyata. Namun pastikanlah bahwa kita hidup itu untuk saat ini, maka jalani dengan kamampuan maksimal kita.  Perindah hari ini dengan semangat tinggi tanpa harus pusing memikirkan esok hari, karena esok itu urusan Illahi. Ya...kalau esok kita masih diberi kesempatan mengukir jalannya mimpi. Kalau ternyata justru esok itu saatnya kita menutup lembaran perjalanan hidup??? Bagaimana, masih sempatkah kita mengkhawatirkan masa depan??

Kadang kita tidak bisa menikmati apa yang kita dapat dan rasakan sekarang lantaran kita terlalu mengkhawatirkan masa depan, terlalu mengkhawatirkan besok, lusa akan bagaimana. Salah satu syarat untuk bahagia adalah bisa menerima dan menikmati apa yang didapat sekarang tanpa perlu mengkhawatirkan esok, lusa mau seperti apa. Nikmati saja apa yang kita dapatkan sekarang dengan tetap berprasangka baik terhadap masa depan. Orang bijak mengatakan tiga emosi positif yang harus dikembangkan setiap hari :
  • Bersyukur terhadap masa lalu
  • Bergembira hari ini
  • Optimis akan masa depan
Hmmmmm....harapannya semoga  kita benar-benar mampu berfikir positif dalam setiap detiknya. Sekali lagi untuk mendapatkan kebahagiaan hari ini, maka kita harus mengesampingkan segala kemungkinan yang kita pikir akan terjadi di esok hari. Yang perlu kita pikirkan adalah mengatur strategi yang terbaik untuk kita jalani saat ini. Karena kekhawatiran yang kita risaukan saat ini itu belum tentu benar-benar terjadi, karena segala tentang masa depan itu tak pernah pasti. Hanya Allah Yang Maha Kuasa yang paling mengerti dan memahami esok hari. Kita sebagai hamba hanya bisa berencana dan menjalaninya dengan segala kekuatan menuju ke arah yang kita impikan tanpa bisa memastikan hasil. Toh sudah ada yang memikirkan masa depan kita, yaitu Allah SWT. Lalu mengapakah kita mesti berprasangka?

Jadi teringat kata-kata seorang pakar fisika pencetus teori relativitas waktu,...Ya si Alm kakek Albert Einstein pastinya, hehe...dia pernah berkata: 
"Saya tak pernah memikirkan masa depan, karena itu akan datang sesaat lagi."

Sebagai orang yang bijak dalam berfikir (weleh...hahahaha kemayu), mestinya kita tidak mentah-mentah dalam memaknai kalimatnya itu. Mestinya kita menarik kesimpulan bahwa kita harus bijak dalam menyikapi waktu. Berfikirlah, sangat tidak mungkin mengubah yang telah terjadi di hari kemaren dan tidak mungkin pula bisa memastikan yang akan terjadi di hari esok. Yang mungkin bisa di lakukan adalah mengubah cara pandang kita terhadap HARI INI, maka cukup pikirkan: Lakukanlah yang terbaik untuk HARI INI!!! sudah cukup....hehehe

Selebihnya kita hanya mampu berdo'a dan bertawakal pada-Nya. Karena Dia lebih tahu yang terbaik untuk hidup kita.
Wallahu 'alam bisshoaf...........

Tidak ada komentar:

Posting Komentar